Followers

Cerpen berjudul Bintang

Sabtu, 12 November 2011
BINTANG

Bintang yang bersinar terang dan menghiasi malam, mungkin tidaklah menjadi takdir untuk seorang Bintang. Bintang, bocah kecil berumur 9 tahun yang dari kecilnya sudah ditinggal pergi kedua orang tua dan hidup bersama anak-anak lain yang bernasib sama di sebuah gubuk penampungan anak jalanan milik seorang preman jalan. Dengan kesehariannya, menjalankan takdir sesosok Bintang namun hanya bisa menghiasi simpang 4 saat lampu merah sedang menyala. Ia bertekad untuk merebut kembali takdir dirinya menjadi Bintang yang sesungguhnya. Tidak hanya “Gantunglah cita-citamu setinggi bintang di langit” namun tekadnya adalah “Capailah cita-citamu yang setinggi langit”. Mampukah Bintang dengan kesehariannya yang seperti sekarang dapat menjadi Bintang yang sesungguhnya?.
“Bangunn.. banguunn! Woy bangun semuanyaa udah jam 5 nihh.. Buruan siap-siap semuanya!” teriak bang Mirul seorang ketua sekaligus boss untuk anak-anak jalanan yang tinggal digubuknya membangunkan para anak jalanan untuk segera bersiap-siap turun ke jalan.
“iyaa bang.. iyaa” teriak para anak jalanan yang seraya bangun dari lelapnya tidur mereka.
Bintang, masih terlelap dalam tidurnya karena semalam ia terlalu capek mengamen dan dagang koran hingga larut malam.
“Bintaangg.. bintaang buruan bangun deh lo, udah jam berapa ini!?” Teriak bang Mirul membangunkan Bintang yang masih terlelap, namun bintang hanya mengubah posisi tidurnya tanpa membuka matanya.
“elaaahh.. ni anak, bangun Bintaang! Banguun, gimana generasi mau maju kalau generasi bawahan seperti kita ini saja jam segini masih TUTUP MATA!” Ucap bang Mirul yang mengeras pada akhir ucapannya membangunkan Bintang.
Sentak, Bintang pun terbangun dari tidurnya, dan dilihatlah sosok bang Mirul disebelahnya, sosok yang ia anggap bukan seorang preman jalan lagi, namun baginya bang Mirul adalah seorang ayah. Karena sejak kecil ia telah dirawat dan di didik untuk kuat mejalani hidup oleh Bang Mirul.
“duhh.. maaf bang bintang telat bangun, kecapekan semalam.” Berkata Bintang dengan nada pelan dan mata sayu kepada bang Mirul.
“iyeee, udah buruan gih lo mandi terus sarapan sana! Ada nasi uduk di belakang. Abis sarapan jangan lupa lo langsung cabut ke simpang yah!” ucap bang Mirul .
Bintang pun bangun dan berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Dan dengan cepat ia kembali ke kamar.
“ee eehh, lo mau ngapain lagi ke kamar?” sentak bang Mirul yang bingung melihatnya kembali ke kamar.
“Mau sholat dulu bang, semoga hari ini bisa dapat rejeki yang Alhamdulillah yaah~~ hehehe” candanya kepada bang Mirul.
“hahaha ada-ada aja lo, yaudah deh semoga lo hari ini bisa Sesuatu Banget!~ kali aja lo dapat tawaran rekaman gitu yah kaan haha” sahut bang Mirul membalas candaan Bintang.
“haha amin baaang!” ucap Bintang dan ia pun melaksanakan sholat subuhnya itu. Tak banyak yang ia doakan saat itu, ia hanya berdoa untuk keselamatan dirinya dan teman-teman serta bang Mirul.
Dan ia pun bergegas sarapan dan setelah sarapan ia segera mengambil gitar kecil yang sudah menjadi sahabat karibnya setiap saat.
Bak Bintang Tamu pada sebuah konser megah ia berkaca sambil merapikan kerah baju yang sudah lusuh itu. Setelah merasa siap dan iapun berkata pada dirinya sendiri
“Baiklah Bintang! Lo adalah seorang dan sesosok Bintang! Lo gak Cuma bisa gantungin cita-cita lo setinggi Bintang! Tapi lo harus menggapainya! GAPAI BINTANG!!” teriaknya dengan semangat.
Dan ia pun sampai di sebuah simpang tempat dimana ia dan teman-teman berjualan koran atau mengamen. Dengan senyum bahagia ia memulai harinya .
Diambilnya setumpuk koran untuk dijual kepada para pengendara.
“Om.. Korannya om..” ia menawarkan kepada seorang pengemudi mobil mewah.
“Oyy Bintaang.. Sini lo, udah lo ngamen aja. Lo lebih cocok ngamen daripada jual koran, buruan gih sini.. ” teriak salah satu temannya dari pinggir jalan.
Bintangpun langsung berlari menuju tempat dimana ia menaruh gitarnya dan diambillah gitar itu. Dengan semangat yang menggebu-gebu ia berharap hari ini permainan gitarnya bisa mendapat cukup uang untuk disetor kepada bang Mirul demi kesejahteraan kehidupannnya bersama teman-teman.
Baru saja lampu merah pada jalan itu menyala dan iapun naik ke sebuah batu yang agak tinggi dipinggir jalan. Sedikit menghela kan nafas, diangkatnya gitarnya itu dan dengan lantang ia bernyanyi
“Di sini ada satu kisah
Cerita tentang anak manusia
Menantang hidup bersama
Mencoba menggali makna cinta
Tetes air mata… Mengalir di sela derai tawa
Selamanya kita… Tak akan berhenti
mengejar…Matahari”
“huaaaaaa kereeen!!!” teriak teman-temannya yang dari tadi memperhatikan Bintang yang sedang bernyanyi.
“Lagi donggg lagi.. Nyanyi yang lain bint..” dengan semangat, teman-temannya mengharapkan ia bernyanyi lagi.
Dipandangnya penunjuk waktu berlangsungnya lamu merah masih tersisa 150 detik lagi dan iapun kembali bernyanyi

“Tetaplah menjadi bintang dilangit
Agar cinta kita akan abadi
Biarlah sinarmu tetap menyinari alam ini,
Agar menjadi saksi cinta kita
Berdua…”
Begitu ia selesai menyanyikannya seluruh penghuni jalan seperti terhipnotis akan suara dan nyanyian Bintang.
Tiba-tiba seorang bapak dari dalam mobil Jaguar hitam memanggilnya..
“Oy bocah, sini lo!”
“Recehnya om.. recehnya..” pinta Bintang kepada bapak itu.


         ♪ ♫Bintang Musical Record♪..♫. ♪
                        Studio Rekaman
Jln. Hassanudin Gang 5 No 7.Telp. (021) 2095003
“Jih.. Receh lu kate.. gak ada. Nih buat lo. ” pengemudi itu memberikan sebuah kartu nama. Yang bertuliskan,








“hah? Apaan nih bang? Kok kartu nama?” tanya Bintang kepada pengemudi itu.
“Suara kayak lo itu gak pantes kalau cuma dipamerin dijalanan, udaaah, kasih tau orang tua lo, besok lo musti kealamat disitu buat konfirmasi sama gue. Okee?” jawab pengemudi itu meyakinkan Bintang.
Bintang pun lantas langsung menepi karena dilihatnya lampu kuning sudah menyala. Ia tak tau harus berkata apa, dalam benaknya hanyalah kebanggaan bang Mirul dan kesejahteraan nasib teman-teman seperjuangan dan para pengemis dimana ia tinggal.

2 komentar:

  1. TUKANG CoLoNG mengatakan...:

    kerennnnn!!

    ga dikirim ke media cetak juga?

  1. Abid Affandi Wedatama mengatakan...:

    waaahh :D appresiasi banget tulisan saya dibaca :D wkwkwk kirain ga bakal ada yang baca :V hhe thanks yaahh..
    kirim ke media cetak? waahh boleh dicoba tuuh hhe. :D

Posting Komentar